“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah, tetapi sebagai peringatan kepada orang yang takut (kepada Allah), yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. (Yaitu Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arsy). Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah. Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak di sembah) melainkan Dia, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik).” (Qs. Thaahaa, 20: 1-8)
TANGGUNG JAWAB risalah dakwah yang dibebankan Allah Swt kepada Kaum Muslim, sebagaimana diamanahkan kepada Rasulullah Saw, tentunya tidak akan terasa berat manakala Kaum Muslim mau mene-lusuri sejarah panjang kehidupan Rasulullah Saw dan para sahabatnya, seperti di paparkan dalam Al-Qur’anul Karim.
Ketika Umar ibn Khattab mencapai puncak kemarahannya kepada Rasulullah Saw dan Kaum Muslim, termasuk di antaranya adalah adik perempuannya sendiri, ia bergegas dengan pedang terhunus ditangan mencari Rasulullah Saw, yang ia anggap mengganggu dan membuat masyarakat Makkah terpecah-belah. Yang tadinya tidak seorang pun berani mengatakan bahwa tradisi Jahiliah adalah tradisi terkutuk, tapi setelah kedatangan Rasulullah Saw, suasana yang di-anggap telah tenang, damai, dan mapan selama ini, tiba-tiba diubah menjadi sesuatu yang membuat mereka gempar. Bahkan membuat gigi graham mereka gemeretuk menahan amarah.
Api amarah yang diusung oleh Umar dan orang-orang Quraish ha-nya akan padam bila dibayar oleh melayangnya nyawa Muhammad. Begitulah gelora kebencian mereka kepada nabi yang dianggap sebagai biang segala kekacauan. Padahal mereka mengetahui bahwa Muhammad adalah orang yang jujur. Tidak ada seorang dari bangsa Arab, bahkan dunia sekalipun yang mendapat gelar Al-Amin, kecuali Muhammad Rasulullah Saw. Hal ini membuktikan bahwa ternyata gelar dan pujian-pujian yang diberikan oleh Kaum Jahiliah tersebut tidak ada artinya, karena mereka mengingkari peng-hargaan yang mereka sematkan sendiri.
Tradisi-tradisi Jahiliah yang selama ini mereka jalankan dengan tenang, tanpa ada koreksi dan teguran, ternyata dibabat habis oleh kedatangan Muhammad yang mereka kenal paling jujur di muka bumi, paling halus dan lembut pekerti-nya, serta paling santun terhadap siapa saja. Bagi Umar, orang yang menyandang sekian banyak titel kemuliaan itu ternyata seorang pembawa bencana dan gangguan bagi mereka. Umar merasa tak pantas berdiam diri saja, ia pun bersumpah untuk membunuh Rasulullah Saw.
Tetapi dengan takdir Allah Swt, gejolak dan kemarahan Umar dialihkan dan disalurkan. Pertama-tama, dengan api kemarahan di ubun-ubun ia menuju rumah adik perempuannya yang kala itu sedang belajar al-Qur’an.
Dari luar rumah ia mendengar ada suara, yang diantaranya adalah bacaan dari permulaan surat Thaahaa. Kema-rahannya ia lampiaskan dengan menempeleng adiknya dan membantik adik iparnya, hingga wajahnya lebam-lebam. Tetapi kemarahan Umar itu serta-merta reda karena kesadarannya tergugah ketika ia membaca sendiri catatan kecil yang berisikan beberapa ayat dari surat Thaahaa, yang ia rebut dari adiknya.
Apa sesungguhnya yang terjadi pada sosok Umar yang awalnya begitu anti Islam, berubah total menjadi pembela Islam, menjadi kekayaan Islam yang tiada tandingannya sampai hari kiamat?
Setelah di buka oleh ayat pertama, pada ayat kedua Allah menyatakan, “Wahai laki-laki (Muhammad), Kami turunkan kepadamu al-Qur’an bukan untuk membuat kamu celaka hidup di dunia”. Ayat ini menjadi bantahan Allah terhadap kaum Quraish yang berkeyakinan bahwa Muhammad adalah manusia paling celaka, karena dia membawa al-Qur’an.
Melalui ayat ini Allah meyakinkan Nabi Saw, bahwa beliau dipilih dan diutus oleh Allah bukan untuk dicelakakan dan bukan pula untuk mene-rima musibah, sebagai-mana anggapan orang-orang Quraish dan Umar yang hendak membunuh beliau. Tetapi ada tujuan mulia, yaitu sebagaimana dinyatakan pada ayat ketiga, “Melainkan al-Qur’an ini diturunkan kepada kamu Muhammad supaya kamu menyam-paikan peringatan kepada orang yang masih punya takut kepada Allah”.
Ayat di atas berisi penegasan Allah yang sangat jelas, bahwa orang yang bisa diajak untuk mengikuti ajaran Islam hanyalah orang-orang yang masih punya takut kepada Allah. Selebihnya tidak akan bisa.
Tanpa Paksaan
Mengajak semua manusia agar berkenan mengikuti jejak Rasulullah Saw adalah harapan yang mu-lia, tetapi Allah memperingatkan bahwa hal itu adalah suatu yang mustahil. Yang bisa diajak hanyalah orang-orang yang dalam hatinya masih ada rasa takut kepada Allah. Dengan demikian, hati Nabi Saw menjadi lega karena tidak ada target point men-jadikan semua manusia memeluk Islam. Allah tidak menuntut Nabi Saw mengislamkan semua orang, karena hal itu bukan kewajiban beliau. Beliau hanyalah penyeru, bukan penentu Islam atau tidaknya seseorang.
Adapun orang-orang yang tidak punya rasa takut kepada Allah menjadi urusan-Nya. Dengan begitu Rasulullah Saw bisa mengangkat muka dalam menyampaikan dakwah Islam.
Tidak adanya tanggung jawab kewajiban mengislamkan semua orang bagi Rasulullah Saw, juga berlaku bagi Kaum Muslim sekarang. Dengan demikian, Umat Islam tidak diperkenankan memaksa orang untuk harus beragama Islam dan tun-duk kepada Allah.
Pemaksaan agar se-mua orang memeluk Islam tidak parlu dilakukan mengingat kekuasaan Allah yang begitu tinggi. Hal ini yang ditegaskan pada ayat yang keempat, “Dan Qur’an ini Muhammad, di-turunkan dari Tuhan yang menciptakan bumi dan yang menciptakan langit yang tinggi”. Islam atau tidaknya sese-orang, tidak ber-pengaruh terha-dap kekuasaan Allah.
Hal lain yang tersurat pada ayat keempat ini adalah Allah meyakinkan manusia bahwa al-Qur’an bukanlah buatan Muhammad, bukan pula buatan jin, dukun, apalagi para penyair. Tapi Allah lah yang men-ciptakan langit dan bumi. Ini jaminan Allah kepada Nabi Saw supaya beliau tidak ragu dan bimbang karena perlawanan manusia.
Adanya penegaskan jaminan dari Allah menimbulkan keyakinan kuat pada diri Rasulullah Saw bahwa beliau tak akan mungkin mampu dikalahkan oleh manusia. Karena manusia tidak mungkin dapat mengalahkan pencipta langit dan bumi. Itu berarti pula bahwa manusia juga tidak akan mungkin mengalahkan al-Qur’an. Inilah cermin ter-besar bagi kaum Muslim, bahwa ketika mereka konsisten membawa al-Qur-’an, maka tidak akan ada seorang pun yang mampu mengalahkan mereka.
Jaminan universal bagi kaum Muslim, ketika mereka menyampaikan al-Qur’an yang sebenarnya, adalah mereka tidak akan bisa ber-buat neko-neko (macam-macam). Konsekuensinya, manusia hanya akan menjalankan yang diperintahkan oleh Allah Swt. Dan dakwah yang ia sampaikan adalah dakwah jujur tanpa ada yang di-sembunyikan, dan tanpa ada yang ditakuti kecuali Allah Swt.
Jaminan universal bagi kaum Muslim, ketika mereka menyampaikan al-Qur’an yang sebenarnya, adalah mereka tidak akan bisa ber-buat neko-neko (macam-macam). Konsekuensinya, manusia hanya akan menjalankan yang diperintahkan oleh Allah Swt. Dan dakwah yang ia sampaikan adalah dakwah jujur tanpa ada yang di-sembunyikan, dan tanpa ada yang ditakuti kecuali Allah Swt.
Urgensi rasa takut yang harus dimiliki oleh Kaum Muslim adalah lahirnya kewajiban me-nyampaikan adanya siksa neraka. Allah memberikan keyakinan, “liman yakhsya”, hanya orang takutlah yang kamu ajak. Sedangkan orang yang tidak mempunyai rasa takut tidak akan mungkin terketuk hatinya. Oleh karena itu, menyampaikan kepada setiap orang tentang neraka dan siksanya, wajib hukumnya. Karena hal itulah yang menjadi titik pangkal untuk mem-bersihkan hati manusia. Ketakutan akan siksa neraka dan alam akhirat akan melahirkan kebersihan jiwa.
Namun kenyataannya, cerita-cerita tentang pedihnya siksa neraka cenderung disembunyikan oleh sebagian besar juru dakwah dengan alasan takut ditolak oleh masyarakat, dengan alasan tidak akan disukai oleh masyarakat. Padahal, memang pada dasarnya tidak ada orang yang suka mendengarkan hal-hal ngeri apalagi disiksa. Jangankan siksa akhirat, cerita tentang penjara di dunia saja, lengkap dengan penyiksaan, pemukulan dan lain sebagainya, sudah cukup membuat bergidik. Itulah watak manusia, apa yang tidak enak me-mang tidak akan disukai.
Tetapi jangan karena hal itu, ancaman neraka menjadi disembunyikan, sebab ketika dia sadar bahwa azab itu tidak enak, maka hal itu-lah yang menjadi titik tonggak mun-culnya rasa takut kepada Allah.
Rasa takut inilah yang telah mendera batin Umar. Ia tersentuh ayat, bahwa orang yang bisa memahami al-Qur’an adalah orang yang takut kepada Allah. Maka ketika rasa takutnya kepada Allah telah muncul, saat itulah ia melupakan kemarahan dan kejengkelannya. Kesadaran yang datang tiba-tiba itulah yang menyebabkan ia spontan bertanya kepada adiknya, “Dimana Muhammad sekarang?”. Adiknya balik bertanya, “Untuk apa kamu ber-tanya demikian?, kalau kamu ingin membunuh dia, sebagaimana kamu menganiaya aku, maka lebih kamu bunuh aku daripada kamu menemui Muhammad”.
Mentalitas yang di-tunjukkan oleh adik pe-rempuan Umar adalah mentalitas hasil gemble-ngan al-Qur’an. Lantaran rasa takut yang ia miliki kepada Allah, maka ia merasa lebih baik dirinya yang menjadi korban daripada harus mengorbankan utu-san Allah.
Inilah contoh sejarah cemerlang yang akan terus diangkat dengan rasa bang-ga sepanjang zaman. Bah-wa rasa takut kepada Allah akan memunculkan kecintaan kepada-Nya dan kitab suci-Nya, melahirkan pembelaan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Sebagai-mana dia rela menerima tanggung jawab dari Allah untuk menyampaikan al-Qur’an itu.
Mendengar pekataan adiknya, Umar menyang-gah, “Tidak, aku tidak akan memusuhinya lagi”. Sehingga adiknya pun memberi tahu, “Dia sedang berada di rumahnya Arqam”.
Begitulah, ketakutan kepada Allah akan membangun keimanan yang teguh. Sebaliknya, seseorang yang hatinya nihil dari rasa takut, tidak akan bisa diharapkan untuk membangun keimanan, apalagi kemauan untuk membela agama Allah.
Hanyalah orang-o-rang yang sadar akan perlunya bekal untuk hari esok yang akan mau mem-perjuangkan agama Allah, memperjuangkan Syari’at Allah di tengah-tengah masyarakat yang meng-anggap bahwa al-Qur’an adalah pembawa mala-petaka, sebagaimana ang-gapan orang-orang Qu-raish.
Jadi, kalau masya-rakat Islam menganggap bahwa al-Qur’an hanyalah pembawa perpecahan, maka orang itu pada hakikat-nya telah berkhianat kepada Islam. Karena Allah telah menyatakan bahwa al-Qur’an ini datang bukan untuk membuat manusia celaka dan saling ber-musuhan.
Namun kenyataan inilah yang dewasa ini sering menjadi tontonan. Orang-orang yang mengaku Islam, dengan bangga mengatakan, “Kami bermusuhan sebagai hasil bacaan kami terhadap al Qur’an”. Inilah manusia-manusia yang celaka.
Inilah yang harus di-jaga oleh Kaum Muslim, jangan sampai terjadi per-pecahan dengan alasan sama-sama menjalankan al-Qur’an. Bila hal ini terjadi, berarti tuduhan o-rang-orang kafir Quraish benar adanya. Tapi ben-dera yang harus dikibarkan oleh Kaum Muslim adalah bendera yang dibawa oleh Rasulullah Saw, “wamaa arsalnaaka illa rahmatan lil ‘alamiin”.
Melalui keterangan di atas, diharapkan Kaum Muslim mampu meng-hayati tantangan dari ma-syarakat musyrik tentang al-Qur’an, serta bagaimana jawaban yang diberikan Allah kepada Nabi Mu-hammad Saw, tentang hakekat al-Qur’an ini. Setelah jelas bahwa al-Qur’an bukan untuk menciptakan kesengsaraan, dan tahu bahwa al-Qur’an hanya bisa diterima oleh orang-orang yang takut kepada Allah, maka marilah segenap Kaum Muslim bersama-sama untuk mengikuti jejak Rasulullah dan para sahabat.
Aplikasi dari kesadaran itu adalah kesediaan menyampaikan al-Qur’an secara terbuka, tidak perlu sembunyi-sembunyi, tidak perlu berbisik-bisik, tidak perlu hanya kepada kelompoknya saja. Tetapi harus ada langkah spektakuler dengan menyampaikan al-Qur’an kepasar-pasar, kepada orang-orang kaya, ke rumah para pejabat, ke rumah orang-orang berkuasa, karena mereka itulah sasaran dakwah.
Bukan zamannya lagi main bisik-bisikan. Bukankah al-Qur’an diturunkan Allah bukan untuk dijadikan bahan bisikan, tetapi untuk disampaikan secara terbuka kepada siapa saja. Bukankah dalam menyampaikan al-Qur’an yang dibutuhkan adalah percaya diri, bukan rasa minder. Dan bukankah menyampaikan Islam tidak hanya dibatasi pada ruang masjid semata, atau dimushalla saja. Bila yang menjadi objek dakwah mempunyai rasa takut kepada Allah, maka do’a yang pantas terlontar adalah semoga mereka menjadi orang yang beriman. Amin
Tag :
Artikel Islam
0 Komentar untuk "Menolak Kebenaran Awal Bencana dan Kekalahan"